Meskipun baja merupakan salah satu komoditas yang penting bagi industri manufaktur dan konstruksi, impor baja menghadapi tantangan yang cukup besar. Impor baja ini dianggap sebagai masalah yang cukup serius karena menguasai pasar lokal dengan harga yang lebih rendah.
Alhasil, pemerintah menerapkan beberapa regulasi untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antara baja impor dengan baja industri lokal. Salah satu regulasinya adalah dengan menetapkan baja impor sebagai barang dengan status LARTAS (Larangan dan Pembatasan). Artinya, proses pengimporan baja akan diawasi dengan persyaratan yang ketat dari pemerintah.
Namun, bukan berarti tidak ada peluang bagi Anda yang ingin tetap mengimpor baja di tengah tantangan ini. Dengan mematuhi regulasi dan memenuhi persyaratan impor, Anda dapat menghindari hambatan hukum dan memastikan kelancaran distribusi produk di pasar lokal.
Yuk, simak artikel di bawah ini!
Tantangan Impor Baja di Indonesia

Impor baja di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, terutama karena adanya regulasi yang ketat dan kondisi pasar global yang semakin kompetitif. Dikutip dari laman IISA, dalam 5 tahun terakhir, impor baja mengalami penurunan volume impor dari 3,91 juta menjadi 3,51 juta.
Hal ini dikarenakan adanya kebijakan regulasi pemerintah yang semakin ketat dan dan permintaan pasar yang sulit diprediksi. berikut beberapa tantangan utama dalam impor baja:
Status Baja sebagai LARTAS
Barang LARTAS adalah barang-barang yang dilarang dan dibatasi keluar masuknya dari daerah kepabeanan dalam kegiatan ekspor impor. Barang-barang yang berstatus LARTAS biasanya akan dicek dengan ketat mengenai standar, jumlah, serta dokumen perizinannya dibandingkan dengan produk lain. Penetapan baja sebagai barang LARTAS sendiri bertujuan untuk melindungi industri baja lokal dari persaingan yang tidak sehat.
Proteksionisme dan Kebijakan Trade Remedies
Dikarenakan adanya kondisi produksi baja berlebih dari China, negara-negara seperti Amerika Serikat, India, dan Eropa memperketat regulasi impor baja seperti mengenakan tarif masuk yang tinggi. Indonesia pun mempertimbangkan peraturan serupa untuk membatasi volume baja impor yang masuk ke dalam negeri.
Produksi Baja Domestik yang Semakin Meningkat
Industri baja lokal mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Beberapa produsen lokal melakukan produksi baja dengan lebih kompetitif. Hal ini mengakibatkan pasar baja impor menjadi kurang menarik karena tarif dan biaya logistik yang dikenakan lebih tinggi.
Pengawasan Kualitas Baja yang Ketat
Untuk mengurangi volume baja impor yang masuk ke Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan yang cukup ketat terhadap standar baja yang harus berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia). Baja impor yang tidak memenuhi standar dilarang masuk ke Indonesia. Selain itu, baja harus melewati Laporan Surveyor (LS) sebelum dipasarkan di dalam negeri. Hal ini membuat importir berpikir dua kali dikarenakan biaya yang mahal dan proses yang lama.
Dokumen dan Perizinan yang Banyak
Impor baja membutuhkan banyak persyaratan dokumen sebelum masuk ke Indonesia sebagaimana yang diatur dalam keputusan menteri. Proses perizinan ini terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Dokumen-Dokumen yang Diperlukan Sebelum Melakukan Impor Baja

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya pasal 3 menyatakan bahwa besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya hanya dapat diimpor oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Umum (API-U) dan perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) yang telah mendapat persetujuan impor dari Menteri.
Dokumen Pertimbangan Teknis
Walaupun dokumen ini tidak dijelaskan secara tertulis, namun importir wajib tahu sebelum melakukan pengajuan impor kepada menteri perdagangan. Dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan meliputi NIB (Nomor Induk Berusaha), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), IUI (Izin Usaha Industri), dan sebagainya. Pertimbangan ini dapat diperoleh secara elektronik melalui portal INSW.
Dokumen Persetujuan Impor
Setelah mendapatkan hak akses, importir dapat melakukan permohonan persetujuan impor kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan tanda tangan elektronik dan kode QR secara lengkap dan benar. Persetujuan ini berlaku selama 1 tahun sejak tanggal diterbitkan bagi perusahaan pemilik NIB sebagai API-P dan 6 bulan bagi perusahaan pemilik NIB sebagai API-U.
Dokumen Laporan Surveyor
Sebelum melaksanakan kegiatan impor, baja terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi teknis oleh Lembaga Surveyor. Verifikasi ini meliputi mengecek dokumen perizinan impor, mengecek sertifikat, dan kesesuaian baja dengan SNI (Standar Nasional Indonesia).
Proses Clearance
Proses clearance dalam impor baja adalah proses pemeriksaan, verifikasi barang, serta pembayaran pajak dan bea masuk yang berlaku. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu melakukan kegiatan administratif untuk mendapat Nomor Identifikasi Kepabeanan. Kemudian, tahap selanjutnya adalah melaporkan maksud kegiatan impor, melakukan pembayaran, dan mendapatkan izin pelepasan barang. Terakhir, melanjutkan proses administrasi akhir sebelum akhirnya barang dilepas dan siap dijual.

Kesimpulan
Walaupun importir akan dihadapkan dengan berbagai tantangan, peluang untuk melakukan impor baja tetap terbuka asalkan mematuhi regulasi dan persyaratan impor. Apabila Anda tertarik untuk menjadi importir baja, pastikan Anda selalu mengikuti kebijakan terbaru yang diterbitkan pemerintah agar bisnis baja tetap berjalan legal dan aman.
***
Butuh penyedia layanan jasa pengiriman barang yang berpengalaman untuk memastikan kelancaran ekspor-impor Anda? SIP adalah jawabannya!
Surya Inti Primakarya memiliki tenaga ahli ekspor dan ahli kepabeanan yang siap untuk membantu Anda mengirim barang secara aman, terpercaya, dan tepat waktu.
Butuh info lengkap? Hubungi kami.